Hidup sederhana, Berpikir mulia.

Minggu, 22 Februari 2015

Rintik Tawa karya Rosa Amanda Salim



Resensi Novel Rintik Tawa karya Rosa Amanda Salim
by : Azka
 

Judul                          : Rintik Tawa
Penulis                      :  Rosa Amanda Salim
Penyunting                : Afrianty P. Pardede
Penerbit                     : Elex Media Komputindo
Tahun Terbit             : Cetakan I, Oktober 2014
Halaman                   : 344 halaman
ISBN                           : 978-602-02-5104-2
Genre                         : Fiksi
Harga                         : Rp. 59.800-,


“Senyum Tulus Penebus Duka”
Novel ini adalah salah satu karya terbaru dari seorang dokter muda yang merangkap menjadi penulis, Rosa Amanda Salim. Novel ­Rintik Tawa dari penulis yang baru berumur 25 tahun ini, tidak kalah dari karya-karya sebelumnya yang cukup terkenal dikalangan pecinta buku-buku fiksi seperti ­Akar Hati, Matahari, Bulan, dan Kau, dan ­He2+ walaupun ada sedikit penurunan kualitas jika dibandingkan dengan novel-novelnya yang sebelumnya.

Novel ini masuk ke bagian new disalah satu toko buku yang cukup terkenal di Indonesia. Menciptakan suasana dalam cerita yang ringan dan mudah dimengerti bisa dibilang salah satu ciri khas penulis yang kerap disapa Ci Manda ditambah lagi dengan membaca novel ini seakan-akan pembaca akan masuk dan mengahayati dalam-dalam jalan cerita tersebut.

Novel ini memang cukup sejalan dengan trend saat ini yang cenderung mengarah ke romansa atau kisah percintaan. Tentu saja ada hal yang sangat menarik dari novel ini. Unsur-unsur pendidikan terutama istilah-istilah dan beberapa prosedur dalam sekolah kedokteran ditampilkan dalam novel ini. Penulis novel alias Ci Manda memang seorang dokter muda yang baru mengangkat sumpah dokternya pada Oktober 2013. Bisa dibilang beberapa unsur kedokteran yang ada dalam novel ini memang sengaja ditambahkan oleh si penulis novel dengan tujuan mengungkapkan dunia paramedis dari sudut pandang berbeda lewat novel-novelnya. Dibandingkan dengan karya-karyanya yang sebelumnya, novel Rintik Tawa ini memang lebih menonjolkan sisi kedokterannya, bahkan si tokoh utama diceritakan memiliki tujuan untuk menjadi dokter karena alasan khusus yang menjadi keseluruhan inti cerita novel ini.

Sebenarnya novel ini menawarkan hal baru. Dunia dokter yang jarang tersentuh dalam dunia fiksi. Sepertinya penulis novel sangat ingin mengungkapkan betapa beratnya menjadi seorang koas atau dokter muda karena si penulis novel sendiri adalah seorang dokter yang saat ini tengah bertugas di Kotabaru, Kalimantan Selatan.  Sayangnya, hal-hal kedokteran yang menurut penulis menarik tidak berhasil membuat para pembaca lainnya terpesona. Berbeda dengan karya-karya Amanda sebelumnya, review dari novel ini tidak banyak dan komentar-komentar yang ada tidak terlalu bagus atau tidak memuji-muji isi novel ini.

Review para pembaca yang penulis dapatkan dari www.goodreads.com  yaitu situs diskusi buku tidak banyak yang positif walau ada sedikit pujian yang ditujukan pada novel ini. Jika dirata-rata ratings atau bintang yang dberikan pembaca hanyalah 2-3 bintang saja. Cover dari buku ini bisa jadi sala satu penyebab mengapa novel ini tidak banyak yang tertarik untuk membacanya. Warna hijau dan biru yang tidak terlalu kontras mendominasi tampilan luar novel ini. Menurut penulis desain yang dihadirkan pada cover buku ini terlalu sederhana, memang  cover novel sebaiknya tidak berlebihan tapi novel yang satu ini benar-benar sederhana dengan font tulisan yang bisa dibilang melengkapi kesan sederhana tadi.

Elex Media Komputindo berperan dalam terbitnya novel Rintik Tawa ini. Berdiri sejak 15 Januari 1985. Penerbit ini merupakan salah satu pemain besar dalam industri penerbitan dan percetakan di Indonesia. Berawal dari antisipasi terlalu berkembangnya teknologi sehingga buku dilupakan, terbitlah buku elektronika dan majalah-majalah.

Seiring berjalannya waktu penerbit ini sangat berjasa dalam berkembangny buku-buku novel di Indonesia terutama untuk novel remaja. Bukan hanya percetakan novel saja yang dilakukan oleh penerbit yang satu ini, Koran, majalah, sampai komik dibuat popular oleh penerbit Elex Media Komputindo yang sangat berpengaruh di Indonesia.

Sinopsis singkat yang terdapat di bagian belakang cover ini cukup menarik penulis untuk menelusuri lebih lanjut seperti apa detail-detail cerita dan jalan cerita didalamnya. Meskipun cukup menarik menurut penulis sinopsis yang dicantumkan dibagian belakang buku ini terlalu banyak menceritakan isi buku. Sehingga bisa ditebak sekilas garis besar isi cerita novel ini hanya dengan membaca sinopsis dibagian belakang  buku.

Hal itu memang tidak terlalu mengurangi rasa penasaran akan isi detail novel tersebut. Cerita dengan hal-hal yang tidak terduga bisa menutupi rasa penasaran itu. Novel ini menceritakan tentang seorang remaja putri bernama Jelita yang kehilangan kakaknya Jericho akibat kelalaian dari para dokter muda. Berikut adalah kisah singkat atau sinopsis dari buku novel tersebut.

Jelita merasakan pedih yang luar biasa di saat sang kakak, Jericho, meninggal akibat kecelakaan. Jelita merasa meninggalnya sang kakak akibat dari kelalaian para dokter yang menangani kakaknya. Belum lagi keberadaan sang ayah yang merupakan dokter senior, membuatnya semakin membenci para dokter yang bisa menyelamatkan nyawa pasiennya. Jelita menyimpulkan bawah ini adalah pembunuhan. Dia bertekad untuk menjadi seorang dokter dan menemukan pembunuh kakaknya.

Bima, sahabat masa kecilnya, yang mengetahui kepedihan hati Jelita selalu hadir menemaninya. Bersama-sama mengambil sekolah kedokteran dan koas di wilayah yang sama. Tapi apa jadinya kalau Bima menyukai perempuan lain? Belum lagi kehadiran Dokter Edmund yang menghukumnya dengan alasan konyol. Hukumah yang sebenarnya memberi pengaruh baik terhadap hubungan Jelita dan Dokter Edmund. Tapi siapa sangka, Dokter Edmund ternyata bagian dari dokter yang tak mampu menyelamatkan Jericho. Dia adalah ‘pembunuh’ itu.

Dilihat dari sinopsis tersebut tema yang paling mencakupi seluruh  bagian cerita adalah kisah cinta dan kehidupan. Walaupun dibeberapa bagian ada sesuatu yang penulis rasa janggal atau sangat imajinatif. Hal tersebut adalah bagian dimana seorang  dokter pengajar atau dokter senior menjalin hubungan atau bisa dibilang ‘pacaran’ dengan anak murid calon dokter didikannya sendiri. Walaupun di novel ini digambarkan dokter senior ini adalah dokter yang masih muda seperti yang terdapat pada paragraf “Berbeda betul dengan Dokter Edmund. Ia masih muda tetapi terampil. Situasi segawat apa pun ditanganinya dengan luar biasa tenang. Dokter Edmund mampu menyelamatkan nyawa pasian tadi dengan sempurna (H.115)”

Paragraf tersebut adalah salah satu bukti bahwa digambarkannya seorang dokter senior masih muda. Bukan hanya diparagraf itu saja. Di beberapa paragraf lainnya juga dicantumkan bahwa ‘Dokter Edmund’ itu disebut sebagai dokter yang masih muda. Hubungannya dengan Jelita dimulai ketika Jelita masuk sebagai dokter pelatihan bedah dan Ia melaporkan keadaan seorang pasien bedah kepada Dokter Edmund yang sebenarnya adalah ahli anestesi.

Kisah Jelita dan Dokter Edmund yang kompleks ini memang membuat penasaran apa kelanjutan ceritanya. Bukan hanya kisah kasih Dokter Edmund dan Jelita saja yang termuat dalam novel ini. Kisah sahabat Jelita yaitu Bima bersama pacarnya Cessa juga ikut meramaikan tema “percintaan” ini. Cerita ini tak langsung berjalan lancar. Awalnya Bima dan Jelita adalah sepasang sahabat sejak masa kecil. Ternyata Jelita menyimpan suatu rasa kepada Bima. Tapi Bima yang tak menyadari hal itu pun tetap mempertahankan sikap perhatiannya kepada Jelita tapi hanya sebagai sahabat seperjuangan. Tak lama setelah itu Bima malah pergi meninggalkan Jelita dan lebih menumpahkan perhatiannya pada Cessa, teman baru mereka berdua yang sama-sama akan menjadi calon dokter.

Tak berhenti sampai disitu. Kisah yang bisa dibilang complicated ini masih berlanjut sampai terlibatnya Dokter Edmund kedalamnya. Dokter Edmund tertarik pada gerak-gerik Jelita yang selalu cermat menangani segala keluhan pasiennya. Perasaan awal Dokter Edmund kepada Jelita hanyalah kasihan karena melihat perawakan Jelita yang pucat dan kurus dikutip dari paragraf
“Apa yang dirasakannya pada Jelita sekarang membuatnya bingung. Ia jelas tak tertarik pada gadis kurus, pucat, ringkih, dengan sorot mata yang tajam. Secara fisik Jelita tak menarik. Tentu saja, kecuali bulu mata lentik yang membingkai mata berwarna cokelat tua lembut itu. (Rintik Tawa, H.150)”

Cerita cinta Dokter Edmund-Jelita dan Bima-Cessa berakhir saat Bima dan Cessa memutuskan untuk menikah. Kisah Jelita pun berakhir dengan bahagia. Walaupun pada awalnya ayah jelita dokter senior Pratama tidak menyetujui hubungan Jelita dan Dokter Edmund bahkan berusaha untuk menjauhkan dan memisahkan mereka berdua. Tetapi takdir berkata lain. Dokter Edmund ternyata adalah orang yang terlibat dalam kematian kakak Jelita membuat sebuah luka besar dihati Jelita. Jelita yang begitu teriris hatinya mengalami kecelakaan fatal yang membuatnya koma sekitar satu bulan.

Tetapi, Dokter Edmund selalu menjaganya dan selalu baerharap agar Jelita dapat membuka matanya kembali walau harus membencinya. Jelita berjuang melawan maun yang hamper merenggut nyawanya. Ternyata dugaan Dokter Edmund salah, Jelita kembali membuka matanya dan tetap memberikan cinta yang sama kepada Dokter Edmund. Dokter Edmund tak bisa meliat Jelita menderita lagi dan memberanikan diri untuk melamar Jelita dan Ia pun menerimanya.  Seperti yang digambarkan pada
“Sejak pertama kali kamu membuka mata setelah koma satu minggu lebih, aku tahu aku tidak bisa lagi kehilangan kamu, Jelita. Aku menunggu saat yang tepat untuk meminta kamu menikah dengan aku. Dan sekarang ini saat yang tepat. –Dokter Edmund (Rintik Tawa, H.333-334)”

Tema kedokteran juga muncul dibeberapa kejadian. Datangnya pasien kecelakaan ke UGD dan langsung dilakukan segala prosedurnya, Ibu hamil yang terlewat bulan, Orang kejang-kejang secara tiba-tiba, dan berbagai penyakit lainnya digambarkan dengan jelas di novel ini. Prosedur pelaksanaan dan nama alat-alat pun juga ikut tertulis beserta cara penggunaannya pada novel itu. Walaupun cukup banyak bagian yang menunjukkan aktivitas kedokteran, tetap saja keseluruhan cerita tertutup dengan cerita cinta yang berbelit-belit.

Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju. Bisa dikatakan demikian karena tokoh-tokoh mengikuti segala kejadian dan terus bergerak lanjut ke kejadian kejadian selanjutnya. Berawal dari Jelita remaja yang melihat sendiri kematian kakaknya sampai Jelita yang sudah beranjak dewasa dan berhasil menyandang gelar dokter. Pada Bab awal novel ini, diceritakan kisah Dokter Edmund saat masih koas dan sepenggal kisah kehidupan Jelita bersama Jericho. Ada beberapa bagian dimana tokoh utama melakukan  flashback  sekilas. Tetapi tetap saja alur bergerak maju karena flashback yang dilakukan benar-benar sekilas hanya untuk mengingat masa lalu dan berusaha melupakannya seperti yang terlihat pada
“Dadanya sesak ketika akhirnya dari kantin ia berjalan ke Bangsal Saraf pagi tadi. Menuliskan tanggal kematian kakaknya di setiap status pasien yang di-follow up Jelita membuat hatinya perih tak terperikan. Enam tahun lalu ia tengah melihat kakaknya meregang nyawa. Enam tahun lalu juga ia menangis di pojokan rumah duka tempat kakaknya disemayamkan. (Rintik Tawa, H.131)”


Sudut Pandang atau  point of view di novel ini adalah orang ketiga yang tau semua hal. Penulis katakan begini berdasarkan dari analisa penulis sendiri. Karena di novel ini si penulis novel alias Ci Manda menceritakan semua kejadian yang menimpa tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Analisa penulis dikuatkan lagi dengan tidak adanya penggunaan kata ‘aku’. Di novel ini pun dituliskan jalan ceritanya jelas dan tidak abstrak atau tidak diketahui kelanjutannya.

Rumah sakit sudah pasti latar tempat yang paling sering dalam cerita ini. Banyak hal yang diceritakan dalam latar rumah sakit. Entah diruang UGD, ICU, Bangsal, maupun Ruang Operasi (RO). Sebagian besar kegiatan sampai makan siang dan tidur jaga malan pun diceritakan dirumah sakit ataupun didaerah rumah sakit. Latar waktu yang paling sering ada adalah malam hari.  Mulai dari jaga malam atau menginap menjaga pasien dirumah sakit, mengantar dan menjemput pasien ke UGD dan ICU pun digambarkan saat malam hari.

Banyak juga kejadian yang terjadi malam hingga dini hari seperti datangnya beberapa ibu-ibu yang ingin melahirkan datangnya tak tanggung-tanggung sekali datang bisa sampai 9 orang padahal ruang operasi standar hanya ada 3 ruangan. Terkadang juga ada pasian yang tiba-tiba berontak dimalam hari karena tak menginginkan obat atau infus.

Hampir sebagian besar kejadian yang terdaftar dalam novel ini menggambarkan situasi tegang dan mencekam.  Seperti yang digambarkan pada
“Laporan kasus kematian yang dibawa Jelita sudah kumal. Keringat dingin bercampur dengan cengkeraman jemarinya membuat laporan kasus kematian itu pantas buat dijadikan bungkus kacang goreng. Sekalipun begitu, Jelita membanting laporan kasus kematian ke pangkuan Dokter Edmund. Lelaki yang begitu dicintainya itu hanya mampu menundukkan kepalanya. Emosi bercampur aduk menyisakan kalit yang terpampang jelas di matanya. (Rintik Tawa, (H.280)”


Tokoh-tokoh yang aktif muncul di novel ini memang tidak banyak. Tetapi itu membuat kita fokus kepada cerita dan tidak bersusah payah mengingat nama tokoh. Nama-nama tokoh dan wataknya di novel ini sangat mudah diingat. Mulai dari tokoh utama Jelita Pratama dengan nama panggilannya Jelita watak tokoh utama ini adalah keras kepala dan pemaksa. Pemaksa disini bukan memaksakan kehendaknya pada orang lain tapi lebih kepada memaksakan dirinya sendiri melakukan sesuatu yang sudah tak sanggup dilakukannya.

Contohnya saat Jelita melaksanakan jaga malam, ia memaksakan dirinya tidak makan sampai-sampai badannya kurus kering lemah dengan kantong mata hitam yang menggelambir. Ia juga memaksakan diri untuk pulang dari apartemen Dokter Edmund padahal dirinya sedang DBD jangankan berjalan, berdiri saja Jelita sudah ambruk. Jelita termasuk orang yang tak peduli pada penampilannya seperti yang digambarkan pada “Teman-teman kampus yang dilewatinya menatap Jelita dengan bingung. Wajah Jelita sputih kertas dan ekspresinya sedater mayat. Jelita melewati semua yang ada disekelilingnya bagaikan terbang. Tujuannya hanya satu. Kamar operasi yang jaraknya tinggal beberapa anak tangga lagi. Tanpa sadar Jelita melompati hampir dua anak tangga sekaligus. (Rintik Tawa, H.279)”

Lalu sahabatnya, Bima.  Ia digambarkan memiliki postur tubuh tegak, tinggi sekitar 180cm, dan kekar. Dibagian dagunya ada belahan bak tentara, hidungnya mancung, dan matanya menatap tajam. Bima adalah orang yang sangat perhatian tertama kepada Jelita sebelum kehadiran Cessa seperti yang tertera pada
“Makam Jericko menjadi saksi bisu janji Bima. Dalam hati Jelita menyesal karena sudah asal menjawab pertanyaan Bima. Kini di hadapan tubuh kakaknya yang telah menyatu dengan tanah itu, Jelita merasakan kehangatan lain yang merasuki hatinya. Bukan rasa nyaman yang biasanya didapatkannya dari Jericko. Tetapi bentuk lain dari sebuah rasa mendamba. (H.25)”

Dokter Edmund adalah seorang konsulan atau senior Jelita, Bima, Cessa dan calon dokter lainnya. Tetapi Dokter Edmund berbeda dengan dokter senior lainnya. Dokter senior lainnnya terkenal galak dan sering memarahi calon dokter habis-habisan walau kesalahannya hanya kesalahan kecil. Dokter Edmund berperawakan sedang, dengan otot lengan yang kekar, kulitnya yang kecoklatan, dengan rambut kasar tak beraturan didagunya dan kacamata tua yang terlihat sedikit berkarat. Dokter Edmund sangat dekat dengan Jelita, Ia adalah orang yang lembut penyabar dan selalu santai seperti yang terdapat di kutipan berikut

“Tak sekali pun Dokter Edmund memaki atau berteriak ketika memberikan instruksi. Ia menjawab semua pertanyaan Jelita yang lugu dan polos dengan sabar. Dokter Edmund tidak marah-marah atas ketidaktahuan Jelita. Ia bahkan menyempatkan dirinya untuk menjelaskan hal detail yang pelru dipelajari lebih lanjut. (H.85)”

Sosok Princessa atau kerap disapa Cessa adalah seorang gadis bertubuh mungil dengan senyum manis dan giginya yang gingsul. Ia adalah teman seangkatan Bima dan Jelita yang kebetulan mendapat kelompok tugas bersama dengan mereka berdua.  Ia adalah orang baik dan rendah hati seperti kutipan dibawah ini
“Namun, Cessa juga gadis yang disenangi oleh semua orang. Pembawaannya menyenangkan, ramah, dan rendah hati. Tidak ada kata sombong dalam kamusnya. (H.38)”

Bahasa yang digunakan dalam novel ini bukan bahasa yang berat dan sudah dicerna bisa dibilang bahasanya ringan tetap baku tetapi enak dibaca. Banyak juga kata-kata yang memiliki makna dalam yang diucapakan oleh tokoh-tokoh novel ini. Tak sedikit bahasa medis yang mungkin asing terdengar bagi para pembaca yang belum pernah mempelajari kedokteran. Tetapi unggulnya novel ini si penulis novel memberikan sisipan kamus kecil di bagian bawah lembaran novel yang berisi kata-kata yang mungkin sulit dimengerti pada halaman tersebut.

Bahasa yang digunakan cenderung sopan. Terlihat baku tetapi membawa suasana santai saat mambaca novel ini. Kata demi katanya dapat membuat hanyut tenang terbawa cerita dalam novel ini. Untuk para pecinta novel penulis sarankan bacalah novel ini karena bahasa yang digunakan sangat bagus dan nyaman dibaca. Walau begitu penulis masih beranggapan ada beberapa bagian yang dijelaskan secara berlebihan malah membuat penulis bosan sendiri karena membaca bagian yang kesannya dipanjang-panjnagkan tersebut.

Tetap saja kenyamanan saat membaca novel ini malah ada beberapa bagian yang membuat penulis merasa janggal. Pasalnya, pada sinopsis dicantumkan nama kakak Jelita ialah Jericho. Tetapi, yang membingungkan adalah di dalam novel ini dituliskan nama kakak Jelita ialah Jericko atau Jeriko tetapi bukanlah Jericho. Penulis menjadi sangsi akan kebenaran nama Jericho.

Kelebihan dari novel ini adalah konsep kedokteran yang jarang ditemui di novel-novel sastra pada umumnya. Pembawaan cerita yang santai juga menjadi keunggulan novel ini. Walaupun kisah cinta dalam novel ini begitu kompleks. Jalan ceritanya bisa tertebak secara garis besar dari awal, tetapi secara tiba-tiba dan tak terduga berubah dan semakin seru. Terutama saat Jelita menyadari apa peranan Dokter Edmund pada kematian kakaknya.

Kekurangan dari novel ini adalah bagisn cover yang terlihat kurang menarik. Pemilihan warna memang bagus dan tidak terlalu kontras. Tetapi menurut penulis warna yang dipilih teralu gelap dan kurang menarik minat pembaca untuk membacanya atau sekedar membolak-balik bukunya saja. Seharusnya bisa diperbaiki lagi menjadi lebih bagus dan lebih artistik tidak hanya berupa foto yang ditimpa tulisan. Cover novel ini hanya bergambar sebuah bunga dengan tetesan air dan genangan air dibawahnya. 

Tak sedikit kesalahan cetak yang terdapat dalam buku ini dan  ada beberapa hal yang mengganggu mungkin ini kesalahan proof reader atau mungkin kesalahan dalam editing bisa juga kesalahan dalam proses pencetakan.
Kesalahan ini begitu jelas terlihat pada

“Setelah menenmukan cangkir dengan motif paling netral di antara yang lain, Lily mengisinya dengan air mendidih. Dicarinya bubuk susu di salah satu lemari. Tetapi taka da bubuk berwarna putih di sana. Toples-toples tertutup warna-warni itu menyimpan bubuk cokelat tua dan cokelat muda. Sekali lagi Lilu mengerjap-ngerjapkan matanya. Tak mau ambil pusing, Lily mengambil kedua toples itu. Ia membuka keduanya bersaam. Serempak, aroma kopi menyerbu indra penghidunya. (Rintik Tawa (Rintik Tawa, Hal. 56-57)”


Pada halalaman 56-57 secara tiba-tiba ada satu paragraf penuh yang menceritakan Lily? Siapa Lily? Padahal sejak awal tidak ada, tidak disinggung sedikitpun tentang Lily. Tokoh baru? Tapi mengapa munculnya hanya di paragraf itu ?
Menurut analisa penulis nama Lily bisa dikatakan rencana nama awal untuk Jelita, bisa saja penulis novel sudah menulis dengan nama Lily tetapi ditemukannya nama yang lebih pantas untuk tokohnya itu yaitu Jelita.

Pada bagian ini juga penulis merasa kurang enak dalam membaca bagian ini yaitu terdapat pada  “Tapi saya justru ngerasa segar setelah minum kopi salah buat kamu kemarin itu.-Dokter Edmund (Rintik Tawa, H.81)”
Penu;is tidak menyalahakan pemakaian kata ‘ngerasa’, tetapi kata tersebut terlihat kurang sedap dibaca dan dipandang. Seharusnya digunakan kata ‘merasa’ sehingga akan membuat kalimat itu tidak rumpang. Kejadian ini juga terdapat dibeberapa paragraf lain walaupun tak mengurangi keseruan jalan cerita.

Walaupun novel ini berkisah tentang kedokteran, kisah ini memang tak luput dari kisah cinta. Tetapi, ada beberapa bagian yang tidak akan dimengerti oleh anak-anak dan memang bukan untuk anak-anak yang istilahnya masih polos. Ada dua bagian yang mengandung unsur yang tidak akan dimengerti anak-anak. Bagian pertama yaitu

“Bima tak merasakan sofa di sebelahnya melesak. Tubuh Cessa memang ringan, terlihat dari postur tubuhnya yang kecil mungil. Pasti ringan membopong Cessa di malam pertama. Bima benar-benar tersentak sendiri dengan pikiran yang melintas dikepalanya. Ia buru-buru menghapus pikiran itu dan memusatkan perhatian pada Cessa. Gadis itu memejamkan mata sambil menyandarkan kepala ke bantalan sofa. Mengapa tidak bersandar ke bahuku saja, Cessa?”-Bima (Rintik Tawa, H. 98)”

Bagian itu bercerita tentang Bima yang berandai-andai menghadapi malam pertama dengan Cessa, temannya sendiri. Bagian kedua tercantum pada

“Dokter Edmund menaikkan sebelah alisnya. Tak percaya pada pendengarannya sendiri dengan nada suara Jelita. Dari mana ia belajar intonasi sesantai itu dalam mengahadapi lamaran serius begini?  Tapi ia tahu Jelita tak akan menolaknya. Karena mereka sama-sama saling menginginkan. “Aku nggak keberatan kok malam pertama sambil sakit sepala,” DOkter Edmund terkekeh dan mengecup lembut bagian dalam telapak tangan Jelita. (Rintik Tawa, H.334)”

Bagian itu adalah bagian penutup dari novel ini.
Selain beberapa kekurangan tadi, menurut penulis ada satu kekurangan yang sangat fatal. Yaitu,  penulis novel tidak mencantumkan daftar isi novel ini. Penulis agak kesusahan dalam mencari halaman dan membaca novel ini karena tidak ada panduan yang biasanya terdapat dalam daftar isi.

Secara keseluruhan, penulis akui buku novel ini memang layak untuk dibaca dan dijadikan sumber inspirasi terutama untuk menghadapi keputusasaan dalam kehidupan. Maksud dari buku ini yaitu memperdalam pengetahuan tentang dunia medis penulis dapatkan dan dapat penulis serap dengan baik. Buku ini layak diacungi jempol karena tak mudah menggabungkan antara unsur pendidikan dengan unsur trend sekarang-sekarang ini. Penulis menghargai usaha penulis novel dalam menghadirkan unsur pendidikan kepada novelnya.

Penulis menyukai unsur pendidikan dalam novel ini tetapi karena penulis kurang menyukai unsur romansa, menurut penulis unsur romansa dalam novel ini dapat dikurangi agar pembaca tidak terlalu fokus ke percintaan dan melupakan pendidikannya. Tetapi, itu berdasarkan opini penulis, semuanya tergantung opini masing-masing. Bila disuruh menilai dari satu sampai lima penulis akan memberikan nilai tiga koma lima untuk novel yang cukup mengharukan ini. Penulis penasaran dengan novel bertema pendidikan Rosa Amanda Salim yang akan datang selanjutnya.



Biografi Penulis Resensi
Azka Nurul Farhanah Putri Mardidi, lahir di Tangerang pada 18 Oktober 2001. Siswa SMP Labschool Kebayoran yang kerap disapa Azka ini mengenyam pendidikan dari TK sampai SD di Dahlia dan sekarang menduduki bangku SMP kelas 8 tepatnya 8E, Azka bercita-cita menjadi seorang animator dan bergerak dibidang seni. Mendapat jabatan kesenian osis Tridasa Mahatma Reswara dengan hormat. Beberapa prestasi yang telah diraihnya, Azka pernah menginjakkan kaki di Lombok, Nusa Tenggara Barat seorang diri untuk mengikuti lomba FLS2N Kriya Anyam dan mendapat gelar 10 besar. Ia juga mendapatkan ranking 1 dari kelas 1  hingga kelas 6 SD, ia juga pernah mengikuti lomba komputer tingkat Jabodetabek dan pulang dengan membawa piala juara II, dan banyak lagi prestasi non-akademik yang telah diraihnya. Dalam segi akademik Azka pernah mendapatkan nilai tertinggi IPS dan Seni Budaya saat ia duduk di bangku kelas 7.  Ia juga senang menulis blog. Saat ini blognya baru memiliki sekitar 18.000+ viewers, blognya beralamat azkanf.blogspot.com. Pembaca dapat menghubungi penulis lewat email azkanf@gmail.com atau buffonextreme@gmail.com .







0 komentar:

Posting Komentar